Pakaian Adat Aceh
Aceh merupakan rumah dari berbagai suku yang tersebar di segala penjuru kota. Mayoritasnya merupakan etnis Aceh yang mendiami hampir seluruh wilayah Aceh kecuali Kab. Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Kedua kabupaten tersebut dihuni oleh kelompok etnis Gayo.
Ada pula etnis Aneuk Jamee yang menetap di daerah pesisir selatan dan barat. Suku ini bersinggungan secara langsung dengan etnis Kluet yang juga tinggal di wilayah sama.
Sementara itu, wilayah tenggara dari Provinsi Aceh atau tepatnya di Lembah Alasan menjadi wilayah utama etnis Alas.
Merupakan bagian kecil dari kelompok etnis Melayu di Aceh, etnis Tamiang menghuni daerah pantai timur.
Selain etnis-etnis yang dijelaskan sebelumnya, ada pula pendatang yang rata-rata berasal dari Batak, Minangkabau, Jawa, orang Cina, dan masih banyak lagi.
Sejarah Baju Adat Aceh
Berada di lokasi strategis, Aceh menjadi pintu gerbang Indonesia dari bagian barat karena berhadapan dengan negara-negara tetangga. Sebut saja Malaysia, Srilangka, Bangladesh, Pakistan, dan India.
Hal ini menjadikannya sebagai jalur perdagangan penting di Asia Tenggara pada masa lampau. Dengan masuknya pedagang dari berbagai daerah, asimilasi budaya pun menjadi tak terelakkan. Salah satunya tercermin melalui pakaian adat masyarakat.
Bicara soal sejarah baju adat Aceh tak lepas dari masuknya agama Islam ke daerah yang dijuluki Serambi Mekkah ini. Aceh mulai berkenalan dengan Islam pada abad ke-13 atau bahkan sebelumnya.
Proses islamisasi di daerah ini juga terjadi cukup masif, sebagaimana terlihat dari unsur-unsur budaya masyarakat yang mulai disesuaikan dengan nilai-nilai Islam.
Pengaruh islam terlihat salah satunya melalui baju adat Aceh. Namun ada pula pengaruh budaya lain dalam baju ini, seperti India dan Melayu.
Desain pakaian yang tertutup, panjang, dan menutup aurat mencerminkan budaya Islam, sementara motif bordir emas menunjukkan adanya pengaruh budaya India. Kombinasi tersebut menghasilkan pakaian yang tak hanya indah, tetapi juga kaya akan nilai estetika dan spiritual.
Dulunya, pakaian adat Aceh mencerminkan status sosial seseorang. Sebab, pakaian ini semula dikenakan oleh kalangan bangsawan atau para raja. Namun saat ini, baju adat Aceh dipakai semua lapisan masyarakat.
Baca Juga: Menggali Nilai Budaya dalam Baju Adat Riau yang Unik dan Istimewa
Macam-Macam Pakaian Adat Aceh
Setiap etnis di Aceh tak hanya memiliki bahasa tradisional sendiri, melainkan juga pakaian adat yang berbeda satu sama lain. Hal ini dipengaruhi oleh tradisi, nilai, dan makna simbolis setiap etnis. Mari kita selami macam-macam pakaian adat Aceh melalui ulasan berikut.
Pakaian Adat Suku Bangsa Aceh
Baju adat Aceh dikenakan oleh masyarakat di berbagai kesempatan, mulai dari sehari-hari hingga acara adat seperti pernikahan. Berikut ini di antaranya:
Pakaian Sehari-hari
Sehari-hari, masyarakat Aceh akan mengenakan pakaian yang nyaman untuk beraktivitas.
Baju Adat Aceh Laki-laki
Sehari-hari, pemuda Aceh mengenakan pakaian yang terdiri dari celana dan baju. Umumnya, mereka memakai celana panjang berukuran besar dan longgar di bagian pinggang dan paha, serta menyempit di bagian kaki.
Untuk bajunya, mereka mengenakan baju lengan pendek (bajee et sapai) atau baju lengan panjang yang menyerupai baju kurung.
Guna melengkapi busana sehari-hari, pemuda juga menggunakan kain sarung atau ija pinggang yang dililitkan di atas celana. Tinggi sarung sendiri berbeda-beda. Ada yang di atas lutut dan di bawah lutut.
Hal ini didasarkan pada status sosial masyarakat. Jika mengenakan kain sarung sampai lutut, itu menunjukkan bahwa mereka berasal dari kaum bangsawan. Namun jika mengenakan di bawah lutut, mereka merupakan masyarakat biasa.
Di samping kain sarung, ada juga kain penutup kepala yang disebut tangkulok. Beberapa pemuda melengkapinya dengan sebilah rencong atau siwah yang diselipkan di pinggang.
Baju Adat Aceh Perempuan
Di kalangan para perempuan, baju adat Aceh yang dikenakan di antaranya celana, baju, kain pinggang, tali pinggang, selendang, dan sejumlah perhiasan sebagai pemanis.
Celana untuk wanita sama dengan laki-laki. Namun, celana perempuan akan disulam dengan motif bunga dan sulur daun. Sulaman ini biasanya dibedakan antara remaja perempuan dan wanita dewasa.
Sementara bajunya menyerupai baju kurung. Bajunya tidak memiliki kerah dan terdapat hiasan kasab yang disebut peuseumen pada bagian lehernya. Di ujung kedua tangannya juga diberikan sulaman kasab.
Sebagai pelengkap, mereka akan menggunakan selendang atau ija sawak. Selendang ini berbentuk lebar dan diselempangkan di atas bahu, serta dihias dengan bunga berwarna kontras.
Tak lupa, perhiasan yang terbuat dari emas, suasa, dan perak akan mempercantik penampilan. Contohnya, anteng-anteng glunyung atau anting dan euntuk atau kalung. Dengan catatan, perhiasan yang digunakan sehari-hari ini tidak boleh terlihat berlebihan.
Pakaian Upacara Adat
Masyarakat Aceh sangat lekat dengan upacara adat, seperti perkawinan dan sunatan anak laki-laki. Biasanya, mereka akan mengenakan pakaian tradisional untuk menghadiri atau merayakan upacara tertentu.
Baju Adat Aceh Laki-laki
Untuk acara adat, baju adat Aceh yang dikenakan laki-laki biasanya terdiri dari celana, kain pinggang, baju, dan kopiah.
Bentuk celananya mirip dengan pakaian sehari-hari. Namun, bagian ujung kaki celananya disulam dengan motif bunga atau pilin tali. Celana yang disulam dengan motif bungong tunjong ini disebut siluweu metunjong.
Bagian atas celana pun akan dililit dengan sehelai kain pinggang yang disulam atau kain songket. Kain pinggang dipakai sebatas lutut atau naik sedikit di atas lutut.
Bajunya sendiri berlengan panjang dan memiliki kerah cina. Baju ini memiliki aksen kancing dari emas, yang disebut boh dukma atau boh bajee Aceh (kancing baju Aceh).
Tak sampai di situ, para pria juga akan menutup kepala dengan kopiah meukutop yang bentuknya seperti topi pada bangsa Turki. Bentuknya tinggi dan terbuat dari kain yang dilapisi kapuk.
Pada topi dililitkan juga selembar kain tangkulok yang bentuknya bulat di bagian depan dan segitiga yang tegak di bagian belakang. Kain ini digunakan untuk memperindah bentuk topi dan melambangkan keperkasaan seorang laki-laki.
Pada upacara adat, laki-laki akan mengenakan perhiasan meski jenisnya tak sebanyak perempuan. Perhiasan ini biasanya digunakan untuk kepala, pinggang, dan jari tangan.
Sebagai contoh, di pinggang, laki-laki akan mengenakan rencong dan siwah. Keduanya merupakan senjata tusuk tradisional yang khas di Daerah Aceh.
Meski sekilas terlihat sama, namun kedua senjata ini memiliki perbedaan pada bagian gagangnya. Gagang rencong berbentuk melengkung, sedangkan gagang siwah berbentuk bulat dan ujungnya besar serta rata.
Baju Adat Aceh Perempuan
Penampilan seorang perempuan dalam upacara adat di Aceh juga sangat diperhatikan. Dari ujung kepala hingga kaki, perempuan akan mengenakan baju adat Aceh seperti celana, baju, kain, selendang, dan perhiasan.
Pertama-tama, perempuan Aceh akan mengenakan celana panjang yang disebut celana Aceh. Karakteristiknya mirip dengan celana sehari-hari, dengan perbedaan motif sulam di ujung kaki.
Untuk upacara adat, celananya disulam dengan motif sulur daun, pucok rebong, dan motif bunga seperti bungong awan-awan.
Warnanya beragam, seperti kuning, hijau, merah, dan hitam. Penggunaannya disesuaikan dengan status sosial. Namun saat ini, warna celana yang paling banyak dipakai adalah hitam.
Setelah memakai celana, perempuan akan mengenakan baju berlengan panjang dengan kerah bulat. Pada baju adat Aceh, biasanya tidak diberikan aksen emas atau kasab. Sebab, perempuan akan memakai berbagai perhiasan di tangan, dada, dan leher.
Pada wanita, perhiasan untuk kepala dan rambut meliputi patam dhoe, cucok ok atau cucok sanggoi, bungong tajok, priek-priek, dan dim ulee ceeumara.
Cucok ok atau cucok sanggoi (tusuk rambut atau tusuk sanggul) hadir dalam berbagai bentuk. Beberapa berbentuk bungong sunteng (bunga sunting), bungong tajok (mirip bunga tanjung), bungong jeumpa (bunga cempaka), dan bungong ok (bunga rambut).
Selain tusuk sanggul, ada juga perhiasan rambut lainnya, yaitu priek-priek dan ayeuk gumbak atau ulee ceumara. Priek-priek adalah perhiasan berbentuk rumbai yang digantung di sanggul, baik di kiri maupun kanan.
Sementara itu, ayeuk gumbak atau ulee ceumara adalah hiasan berbentuk putik bunga yang juga digantung di bagian belakang sanggul pada sisi kiri dan kanan.
Salah satu perhiasan yang wajib dikenakan di kepala adalah patam dhoi, yang menyerupai mahkota seperti yang dikenakan oleh seorang ratu dalam upacara resmi. Mahkota ini dihiasi dengan berbagai permata warna-warni dan dikenakan melingkar di dahi.
Sumber:https://blog.knitto.co.id/baju-adat-aceh/
Komentar
Posting Komentar